Informasi
Badan Karantina Indonesia (Barantin) memiliki peran strategis dalam menjaga kesehatan hewan, ikan, dan tumbuhan, sekaligus melindungi sumber daya alam hayati dari ancaman penyakit, hama, dan organisme pengganggu yang dapat masuk melalui lalu lintas perdagangan domestik maupun internasional. Dalam konteks globalisasi, peningkatan arus barang, jasa, dan mobilitas manusia membawa konsekuensi terhadap meningkatnya risiko penyebaran penyakit lintas batas. Oleh karena itu, sistem karantina menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan hayati (biosecurity) nasional.
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, Barantin bertanggung jawab memastikan setiap media pembawa wajib karantina diperiksa, diamankan, dan diperlakukan sesuai standar biosekuriti. Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan fungsi karantina di berbagai unit pelaksana teknis (UPT) masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti keterbatasan fasilitas laboratorium, ketimpangan sumber daya manusia, dan implementasi teknologi digital yang belum merata.
Selain itu, perkembangan perdagangan bebas dan meningkatnya volume ekspor-impor menuntut Barantin untuk beradaptasi dengan pendekatan baru yang lebih efisien, transparan, dan berbasis risiko (risk-based approach). Beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa efektivitas sistem karantina sangat dipengaruhi oleh sinergi antarinstansi, penerapan sistem informasi terintegrasi, serta kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran dan efektivitas Badan Karantina Indonesia dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian lalu lintas media pembawa penyakit hewan, ikan, dan tumbuhan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penguatan kebijakan karantina nasional yang adaptif terhadap dinamika perdagangan global dan tantangan keamanan hayati di masa depan.
